Rudy Hartono
"Olahragawan Bukanlah Kopi Instan!"
PB PBSI jadi tersangka utama memblenya bulutangkis Indonesia. Jangankan
emas Olimpiade, ke putaran final Thomas-Uber Cup pun sudah untung.
Tapi, Indonesia butuh lebih dari sekadar keberuntungan untuk bisa mengembalikan kejayaannya di pentas bulutangkis dunia.
Rudy Hartono, maestro bulutangkis Indonesia peraih 8 gelar juara
tunggal putra All England, menohok PB PBSI selaku induk organisasi
bulutangkis Indonesia atas bobroknya pembinaan atlet nasional.
Menurut Rudy, butuh 10 tahun untuk mencetak pebulutangkis berkualitas.
Tak bisa instan. Yang jadi persoalan, bagaimana proses dan sistem
pembinaan itu dijalankan.
Rudy juga menyorot masih rendahnya
kesadaran atlet berlatih keras, tekun, dan konsisten. Dan, katanya, PB
PBSI terkesan memanjakan atletnya dengan memberikan kebebasan.
Sejatinya, tentu, PB PBSI tak bisa dijadikan satu-satunya tersangka.
Pemerintah dan atlet itu sendiri pun ikut jadi penyebab lemahnya
kekuatan bulutangkis Indonesia 10 tahun terakhir.
Lantas, apa
yang harus diperbaiki untuk mengembalikan kejayaan bulutangkis
Indonesia? Apa pendapat Rudy sebagai salah satu tokoh yang pernah
membuat Indonesia dipandang dunia lewat bulutangkis?
Berikut kutipan wawancara sportiplus.com dengan Rudy:
Apa yang salah di PB PBSI?
Pembinaan. Yang di pelatnas salah mendidik. Mencetak atlet tak bisa
instan. Atlet terlalu dimanja pelatih. Harusnya buat perjanjian. Kalau
atlet tak bisa mencapai target, kasih hukuman. Tak perlu pakai pelatih
asing. Yang penting pelatihan jangan jangka pendek. Sekarang saya
diminta jadi pelatih dan dibayar Rp 1 miliar pun tak bisa menang. Mau
pelatih dari surga pun tidak mungkin bisa membuat Indonesia menang
melawan China. PBSI sekarang cenderung crash program. Alasannya banyak.
Saya tak bermaksud menjelekkan, tapi berusaha berbicara jujur.
Bagaimana peran pemerintah?
Pemerintah semestinya tak hanya berperan memberikan dana. Bulutangkis
butuh lebih dari sekadar uang, tapi juga perhatian. Olahragawan bukan
kopi instan. Butuh 10 tahun untuk mencetak atlet terbaik dengan
pembinaan yang bagus.
Lantas, bagaimana peluang Indonesia di Olimpiade?
Jangan tanya. Bukan saya pesimis, tapi kenyataannya seperti itu kok.
Jangan berharap emas Olimpiade. Butuh lebih dari sekadar keberuntungan
untuk bisa mempertahankan tradisi emas Indonesia di Olimpiade dari
bulutangkis.
Bagaimana peluang di Thomas-Uber Cup 2012?
Jangan berharap bisa merebut piala. Untuk Thomas, masuk final saja
bagus. Dari trek rekor saja sudah kalah jauh. Tim Uber bisa masuk
semifinal saja sudah bagus sekali. Main di kandang macan, bagaimana mau
menang. Negara lain yang lebih kuat di dunia mau menang melawan China
saja susah, apalagi Indonesia. Kalau saya bilang, itu mimpi.
Harusnya PB PBSI berbuat apa?
Buat seperti China dan Korea. Jangan ada kompromi antara pelatih dan
pemain. Atlet jangan dimanja. Kalau tidak berprestasi, ya jangan dikirim
ke luar negeri. Kalau ditanya, separah itukah? Iya! Yang juga kita
butuhkan sekarang adalah memasyarakatkan bulutangkis di sekolah agar
bibit-bibit unggul terus bermunculan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar