Senin, 27 Februari 2012

Rudy Hartono
"Olahragawan Bukanlah Kopi Instan!"

PB PBSI jadi tersangka utama memblenya bulutangkis Indonesia. Jangankan emas Olimpiade, ke putaran final Thomas-Uber Cup pun sudah untung.

Tapi, Indonesia butuh lebih dari sekadar keberuntungan untuk bisa mengembalikan kejayaannya di pentas bulutangkis dunia.

Rudy Hartono, maestro bulutangkis Indonesia peraih 8 gelar juara tunggal putra All England, menohok PB PBSI selaku induk organisasi bulutangkis Indonesia atas bobroknya pembinaan atlet nasional.

Menurut Rudy, butuh 10 tahun untuk mencetak pebulutangkis berkualitas. Tak bisa instan. Yang jadi persoalan, bagaimana proses dan sistem pembinaan itu dijalankan.

Rudy juga menyorot masih rendahnya kesadaran atlet berlatih keras, tekun, dan konsisten. Dan, katanya, PB PBSI terkesan memanjakan atletnya dengan memberikan kebebasan.

Sejatinya, tentu, PB PBSI tak bisa dijadikan satu-satunya tersangka. Pemerintah dan atlet itu sendiri pun ikut jadi penyebab lemahnya kekuatan bulutangkis Indonesia 10 tahun terakhir.

Lantas, apa yang harus diperbaiki untuk mengembalikan kejayaan bulutangkis Indonesia? Apa pendapat Rudy sebagai salah satu tokoh yang pernah membuat Indonesia dipandang dunia lewat bulutangkis?

Berikut kutipan wawancara sportiplus.com dengan Rudy:

Apa yang salah di PB PBSI?
Pembinaan. Yang di pelatnas salah mendidik. Mencetak atlet tak bisa instan. Atlet terlalu dimanja pelatih. Harusnya buat perjanjian. Kalau atlet tak bisa mencapai target, kasih hukuman. Tak perlu pakai pelatih asing. Yang penting pelatihan jangan jangka pendek. Sekarang saya diminta jadi pelatih dan dibayar Rp 1 miliar pun tak bisa menang. Mau pelatih dari surga pun tidak mungkin bisa membuat Indonesia menang melawan China. PBSI sekarang cenderung crash program. Alasannya banyak. Saya tak bermaksud menjelekkan, tapi berusaha berbicara jujur.

Bagaimana peran pemerintah?
Pemerintah semestinya tak hanya berperan memberikan dana. Bulutangkis butuh lebih dari sekadar uang, tapi juga perhatian. Olahragawan bukan kopi instan. Butuh 10 tahun untuk mencetak atlet terbaik dengan pembinaan yang bagus.

Lantas, bagaimana peluang Indonesia di Olimpiade?
Jangan tanya. Bukan saya pesimis, tapi kenyataannya seperti itu kok. Jangan berharap emas Olimpiade. Butuh lebih dari sekadar keberuntungan untuk bisa mempertahankan tradisi emas Indonesia di Olimpiade dari bulutangkis.

Bagaimana peluang di Thomas-Uber Cup 2012?
Jangan berharap bisa merebut piala. Untuk Thomas, masuk final saja bagus. Dari trek rekor saja sudah kalah jauh. Tim Uber bisa masuk semifinal saja sudah bagus sekali. Main di kandang macan, bagaimana mau menang. Negara lain yang lebih kuat di dunia mau menang melawan China saja susah, apalagi Indonesia. Kalau saya bilang, itu mimpi.

Harusnya PB PBSI berbuat apa?
Buat seperti China dan Korea. Jangan ada kompromi antara pelatih dan pemain. Atlet jangan dimanja. Kalau tidak berprestasi, ya jangan dikirim ke luar negeri. Kalau ditanya, separah itukah? Iya! Yang juga kita butuhkan sekarang adalah memasyarakatkan bulutangkis di sekolah agar bibit-bibit unggul terus bermunculan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar