Senin, 27 Februari 2012

Pengen Nangis Rasanya..

Piala Thomas 1984, Adu Strategi Seru!

Piala Uber 1984.

Tim Putri China yang sudah mendominasi dunia sejak 1982, di arena ini merupakan pendatang baru, yang diperhitungkan sebagai calon paling kuat untuk merebut supremasi dan membawa pulang Piala Uber ke negaranya, untuk kali pertama.

Jepang yang mendominasi Piala Uber sejak 1966 samasekali tidak berkutik, bahkan gagal maju ke semi final. Demikian juga Indonesia yang langganan finalis, Ivanna Lie dan kawan-kawan menyerah oleh China 0-5, Jepang 2-3 dan Denmark 2-3.

Seperti diramalkan China memboyong piala itu dengan menyapu semua lawannya dengan angka mutlak 5-0, termasuk Inggris di final.

Piala Thomas 1984.

Masih belum ada lawan berarti yang diperhitungkan mampu menandingi kedigdayaan tim putra China dan Indonesia. Sebagai juara bertahan, China memang lebih diunggulkan untuk mempertahankan Piala Thomas. Keunggulan ini diperhitungkan berkat prestasi tunggal mereka yang lebih mengkilap dalam 2 tahun terakhir ini. Namun, keunggulan mereka tidaklah mutlak, karena ganda mereka masih kalah selapis dibanding Indonesia. Tapi tidak ada yang tidak sepakat bahwa China dan Indonesia akan mengulangi pertemuan mereka di final seperti 1982. Siapa yang menang, akan benar-benar tergantung pada strategi masing-masing tim untuk “mensiasati” peraturan baru ini.

Tim Thomas China 1984

Selain masih eksisnya jago-jago tunggal putra tim Thomas1982, Han Jian 28 tahun, Luan Jin 26, dan Chen Changjie 25, tim putra China juga diperkuat bintang-bintang baru yang prestasinya sedang menanjak Yang Yang 21 dan Zhao Jianhua 19. Sedang yang didaftarkan sebagai pemain ganda adalah Sun Zhian 28 Yao Ximing 28, He Sangquan 29, Lin Jiangli 30 serta pemain muda Jiang Guoliang 22, Li Yongbo 22 . Tian Bingyi 21.

Berdasarkan peringkat, susunan pemain tunggal China adalah Zhao Jianhua ditunggal pertama, kemudian berturut-turut Han Jian, Yang Yang, Luan Jin dan Chen Changjie. Di ganda, meskipun banyak kemungkinan yang terjadi, tapi alternatifnya tidak banyak. Sun/Yao pertama, kemudian He/Lin atau He/Jiang dan ganda baru yang sedang menanjak Li Yongbo/Tian Bingyi

Tim Thomas Indonesia 1984

Tumpuan harapan Indonesia terletak di pundak Liem Swie King 28 tahun dan bintang baru juara dunia 1983, Icuk Sugiarto 21, yang didukung Hastomo Arbi 26, Eddy Kurniawan 21 dan Hadiyanto 28 .

Beberapa saat sebelumnya, Icuk sempat membuat berita dengan menolak untuk dilatih oleh Tan Yoe Hok bersama rekan yang lain. Tan yang berjiwa besar, bahkan bersedia mundur sebagai pelatih, tapi kemudian Icuk diperkenankan berlatih sendiri bersama Tahir Jide yang kemudian diangkat sebagai pelatih fisik.

Hastomo Arbi, adalah sulung dari 3 Arbi bersaudara, bintang bulutangkis Indonesia (Hastomo, Eddy Hartono dan Hariyanto). Namanya sudah sempat mendunia sejak 1979, tapi karena terkena skorsing setahun akibat kasus doping di All England 1981, dia tidak memperkuat Indonesia di Piala Thomas 1982.

Menyadari bahwa secara kwalitas tunggal Indonesia yang mampu menandingi tunggal China hanyalah King dan Icuk, Indonesia berusaha keras untuk menyimpan 2 pemain ini, agar peringkat dunianya turun. Di hari H, susunan pemain Indonesia sesuai peringkat adalah Hastomo, Icuk, King, Eddy Kurniawan dan Hadiyanto.

Sedangkan yang didaftar untuk sektor ganda adalah Icuk, King, Christian Hadinata 34 tahun, Hadibowo Susanto 25, Bobby Ertanto 26, Kartono Hariatmanto 29, Rudy Heryanto 29 serta Sigit Pamungkas 25.

Indonesia memang beruntung punya pemain dengan talenta seperti Christian. Sebagai pemain paling senior, dia bisa dipasangkan dengan siapa saja yang tertera dalam daftar dan punya prestasi bagus. Hal ini yang membuat pusing calon lawan Indonesia karena kemungkinan susunan ganda Indonesia bisa amat bervariasi. Meskipun demikian peringkat ganda tertinggi adalah Christian/King, disusul Kartono/Heryanto, Christian/Hadibowo, Hadibowo/Bobby Ertanto, Christian/Icuk dan Christian/Bobby

Perang Strategi yang seru.

Meskipun tidak mudah, (Indonesia dipaksa habis2an oleh Inggris 3-2, dan China lolos dari hadangan Denmark juga dengan 3-2), tapi seperti yang diperhitungkan, China akhirnya berjumpa Indonesia dalam partai ulangan final 1982.

Meninjau susunan tunggal China sesuai peringkat pemain (dan memang dipakai China selama penyisihan), formasi ini menguntungkan Indonesia. Hanya Hastomo yang diperhitungkan kalah kecepatan oleh Zhao Jianhua. Icuk seimbang dengan Han Jian (skor 3-3). King ditunggal ke 3 diperhitungkan akan mampu mengatasi Yang Yang (terakhir Yang Yang kalah oleh King di Indonesia Open 1983).

China yang underdog di ganda, amat memperhitungkan akan turunnya ganda maut Christian/King (meskipun tidak pernah diturunkan di babak penyisihan). Tidak ada ganda China manapun yang mampu menahan ganda Indonesia ini. Karena itu China dengan sengaja melepas partai ini, membiarkan pasangan keduanya He Sangquan/Jiang GuoLiang untuk menghadapinya. Merombak pasangan utamanya Sun Zhian/Yao Ximing dengan Sun Zhian/Tian Bingyi yang diperhitungkan akan mampu mengatasi Kartono/Heryanto di ganda kedua sekaligus partai terakhir.

Tapi susunan pemain yang diajukan pagi harinya oleh kedua tim, membuat semua orang terkejut, tidak terkecuali kedua kubu.

China tenyata tidak memainkan Zhao Jianhua! Pemain muda kidal yang dahsyat dan belum terkalahkan sejak kemunculannya 6 bulan terakhir, tidak diturunkan!

Susunan pemain tunggal kedua tim adalah Hastomo vs Han Jian, Icuk vs Yang Yang dan King vs Luan Jin. Formasi ini justru tidak menguntungkan Indonesia. Hastomo sudah 3 kali bertemu Han Jian tanpa pernah menang, Demikian juga Icuk yang 3 kali kalah telak oleh Yang Yang. Hanya kans King vs Luan Jin yang seimbang (skor 4-3 untuk King).

Di partai ganda, ternyata sampai detik terakhir pasangan maut Christian/King tidak pernah diturunkan! Christian tetap dipasangkan dengan Hadibowo, pasangannya selama penyisihan. Dan Kartono/Heryanto dirombak dengan King /Kartono!. Pasangan yang belum pernah bermain di dunia internasional ini, tidak punya peringkat dan menjadi ganda kedua.

Stadium Negara Kuala Lumpur, Jumat malam 18 Mei 1984.

Supporter Indonesia sejak siang sudah memadati arena pertandingan. Berasal dari segala penjuru dan strata sosial. Tidak ada bedanya pekerja kasar konstruksi, pekerja perkebunan, mahasiswa, dosen, karyawan kantoran, pejabat, pengusaha, wisatawan. Semuanya satu visi mendukung Indonesia!. Rasanya malam itu WN Indonesia yang tetap jaim adalah yang harus duduk di kursi kehormatan, Menpora Abdul Gafur karena didampingi pejabat Malaysia. Mantan Wapres dan Ketua KONI, Sri Sultan HBIX bahkan memilih duduk bersama offisial tim Indonesia. Yang lain? Kalah jumlah gak masalah, yang penting gak kalah aksi dan kencangnya teriakan.

Betul, supporter tim China yang asli memang tidak sebanyak dan segarang supporter Indonesia. Yang bikin masalah adalah supporter yang jelas-jelas membawa bendera strip biru putih, tapi berlaku sebagai supporter China. Perang supporter yang sebenarnya terjadi adalah dengan supporter Malaysia! Ungkapan “saudara serumpun” rupanya tidak berlaku di arena olahraga. Yang terjadi adalah “saingan serumpun”!.

Pertandingan itu.

King yang harus bermain rangkap diijinkan untuk bermain lebih dulu. Membuka pertandingan melawan Luan Jin yang tidak berkutik oleh ‘King’s Smash’ di set pertama. King unggul 15-7. Di set kedua, King bermain terlalu terburu-buru dalam usaha untuk menang straight set. Namun Luan Jin yang sudah mulai panas, gigih bertahan.

Kemudian insiden itu terjadi.

Dalam kedudukan 9-7, King dianggap memukul bola Luan Jin sebelum melewati net. Setelah itu konsentrasi King bubar berantakan, smashnya banyak keluar atau nyangkut. Luan Jin mampu memaksa rubber set 11-15. Set ketiga adalah titik balik. Luan Jin terus menerus unggul dan mengakhiri partai itu untuk kemenangan China 10-15 (China unggul 1-0).

Awan kecemasan melanda kubu Indonesia. King yang diharap menyumbang angka di tunggal ternyata kalah. Akankah tunggal Indonesia kalah semua?

Hastomo Arbi yang ‘underdog‘ ternyata tidak ada takutnya. Pemain asal Kudus yang mungil (162 cm) dan tampan ini seperti kesetanan meladeni Han Jian. Kekalahannya sebelumnya seperti tidak berpengaruh. Kombinasi lob serang dan dropshot tajam membuatnya unggul cepat 9-3, sebelum disamakan 10-10. Han Jian sempat meraih ‘match point‘ 14-12 sebelum Hastomo memaksakan deuce 14-14. Namun set itu ditutup untuk kemenangan Han Jian 17-14. Set kedua Hastomo makin meningkatkan tempo. Footworknya sempurna dan kombinasi lob serang dan dropshotnya semakin tajam dan cepat, membuat Han Jian pontang panting tidak berkembang. Hastomo sepenuhnya mengontrol permainan. 9-2, 13-2, 13-6 dan 15-6 dalam 15 menit saja.

Set ketiga Han Jian mencoba meladeni permainan cepat Hastomo dan sempat unggul 0-1, 1-2. Tapi tanpa pindah servis, Hastomo melaju 8-2. Setelah pindah tempat Han Jian mendapatkan ‘second wind‘ dan angka mulai bergeser alot. Pada kedudukan 11-7 untuk Hastomo, tiba-tiba pelatih Tan Yoe Hok berlari menemui Wasit Kehormatan Arthur Jones, memprotes keputusan wasit. Diiringi kilatan puluhan lampu blitz wartawan dan sorakan saling ejek antar supporter, pertandingan terhenti. Meskipun protes ditolak, dan pertandingan dilanjutkan kembali, mood Han Jian menjadi rusak. Hastomo menutup set ketiga ini untuk kemenangannya 15-8. (China 1, Indonesia 1).

Angin segar bertiup kembali, Indonesia membuka peluang. Halo-halo Bandung dan Garuda Pancasila berkumandang tanpa ada yang suruh, tanpa ada yang pimpin.

Icuk Sugiarto ternyata bermain di bawah form terbaiknya. Tidak mampu keluar dari tekanan mental akibat kekalahan sebelumnya, permainannya segera menjadi bulan-bulanan. Tidak saja oleh Yang Yang, tapi juga oleh supporter lawan. Supporter Indonesiapun yang kecewa karena melihat Icuk yang bermain tanpa semangat, akhirnya ikut-ikutan mengejeknya. Permainannya makin kacau dan Icuk kalah menyakitkan 9-15, 10-15. (Indonesia 1, China 2)

Christian yang tampil berikutnya bersama Hadibowo bermain tenang seolah tanpa beban harus menyamakan kedudukan. Sudah diduga, perlawanan He Sangquan/Jiang Guoliang berlangsung gigih. Mereka tahu kalau Hadibowo berada di depan net, ganda kita ini akan “mati angin”. Karena itu mereka berusaha mendorong Christian ke belakang sambil menarik Hadibowo ke depan. Tapi mereka kalah pengalaman. Angka ketat berkejaran 3-3, 4-4, 7-7, 10-10, 13-13. Dan Christian/Hadibowo menyudahi set pertama ini 18-14.

Set kedua ganda China meningkatkan kecepatannya dan ganti menekan. Mereka unggul 0-3, 1-4, 2-7,dan Christian melambatkan tempo 5-7, 7-7 Ganda China tancap gas lagi 7-9. Tapi hanya sampai disitu perlawanan mereka. Dengan sekali servis, ganda kita melaju 12-9.

Saat itu smash He dihindari Christian dan keluar.Wasit sudah menyatakan angka untuk pasangan kita, 13-9. Tapi Christian mendatangi wasit, menyatakan bahwa sebelum jatuh di luar lapangan, bola itu sudah menyentuh bahunya lebih dulu. Wasit meralat keputusannya, dan bola berpindah untuk keuntungan He/Jiang 9-12. Sungguh sulit mencari pemain yang bertindak sportif di angka kritis seperti itu. Tapi kemudian He/Jiang justru yang “grogi” dan menyerah 15-10 (Indonesia 2, China 2)

Saat itu sudah hampir tengah malam. Ketegangan merayap sampai ke puncak, menekan setiap orang. Tidak ada lagi penonton yang tahan untuk tetap duduk di kursinya. Offisial, pemain cadangan dan pemain putri Indonesia berdiri rapat bergandeng tangan. Lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan penonton mengiringi King/Kartono masuk lapangan.

Meskipun dua orang ini biasanya lebih suka bermain dibelakang sebagai ‘tukang gebuk’, tapi Kartono malam itu bermain taktis dalam menempatkan bola di depan jaring. Pengembalian lawan yang melambung menjadi sasaran smash King yang sangat tajam. Pasangan baru ini kelihatan belum padu dan sering dalam posisi sejajar mengadu raket bila bola diarahkan diantara mereka, tapi lawannya juga sama tidak padunya.

Meskipun pertandingannya sangat menegangkan dan angka ketat berkejaran, King/Kartono memang lebih unggul selapis, dan terus menerus unggul. Diiringi gegap gempita supporter Indonesia, King/Kartono akhirnya menang juga straight set 18-14, 15-12.

Supporter Indonesia yang paling-paling berjumlah 3.000an orang dari total 10.000 penonton seketika meledak dalam euforia. Ratusan orang turun dari tribun, berlarian masuk lapangan untuk bermain kejar-kejaran dengan petugas. King terisak dibahu Tan Yoe Hok, Sri Sultan HBIX menghampiri Kartono dan memeluknya, Ivanna Lie bersama Yanti Kusmiati sambil membawa Sang Merah Putih kelihatan berlari melakukan “victory lap” yang gagal diselesaikan karena dihentikan oleh petugas. Malam itu Stadium Negara Kuala Lumpur berubah menjadi Istora Senayan. Penonton tidak mau bubar juga walau upacara penyerahan Piala Thomas telah selesai dan waktu sudah menunjukkan jam 02.30 dini hari. Sebuah peristiwa heroik yang sulit saya lupakan, sampai sekarang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar