Piala Uber 1975, menyandingkannya…..
Data dan Fakta
Diberi nama sesuai nama pemain putri legendaris Inggris tahun 1930an,
Betty Uber, piala ini didesain dan dibuat oleh Mappin&Webb,
Regenstreet,London berupa piala perak setinggi 20 inci, dengan bentuk
bola dunia dihiasi patung pemain bulutangkis putri sedang mengayun
raket. Diperebutkan sebagai Piala Bergilir Kejuaraan Bulutangkis Dunia
untuk Beregu Putri Antar Negara. Dipertandingkan pertama kali tahun
1957, diperebutkan per 3 tahunan sebelum akhirnya penyelenggaraannya
digabung dengan Piala Thomas 1984 dan dirubah menjadi tiap 2 tahun.
Sampai tahun 2010, Kejuaraan Dunia ini sudah terselenggara 23 kali.
Betul! China paling sering membawa pulang Piala ini ke negaranya, 11
kali. Disusul Jepang 5 kali, lalu Indonesia dan Amerika Serikat 3 kali,
baru kemudian Korea Selatan pertama kali membawa pulang Piala ini 2010
yang lalu.
Indonesia pemegang rekor dalam keikutsertaan pada
putaran final bersama Jepang 19 kali, disusul Denmark 15 kali, baru
China, Korea Selatan dan Inggris 14 kali.
Indonesia juga
pemegang rekor sebagai ‘runner up’ 7 kali (kata orang yang sinis:
“terlalu sering terjungkal di final” atau “spesialis nomer 2“), disusul
Korea Selatan 5 kali, lalu China dan Denmark 3 kali.
Indonesia 1975
Mengawali keikutsertaan di Piala Uber sejak 1963, berturut2 kalah di
babak pertama “play off”, oleh Inggris 2-5 (1963) dan oleh Jepang 2-5
(1966).
Indonesia baru diperhitungkan secara serius sebagai
calon juara ketika legenda Indonesia Minarni (kemudian menjadi Minarni
Sudaryanto) menjadi runner up All England 1968 (kalah di final oleh Eva
Twedberg, Swedia) dan berpasangan dengan Retno Kustiyah ditahun yang
sama mengalahkan pasangan Jepang Hiroe Yuki/Noriko Nakayama dan menjadi
juara. (Jadi, tahun 1968 itu Indonesia membawa pulang 2 gelar juara,
karena Rudy Hartono untuk pertama kalinya menjadi juara All England).
Dengan tulang punggung 2 srikandi itu Indonesia mencapai final
berturut-turut di tahun 1969 dan 1972. Namun berturut-turut pula kalah
oleh tuan rumah Jepang 6-1.
Di tahun 1975 itu secara kua-teknis
kemampuan 2 srikandi itu sudah menurun. Retno Kustiyah bahkan sudah
mengundurkan diri. Tapi Indonesia mampu ‘melahirkan’ bintang2 baru.
Pasangan Theresia Widiastuti/Imelda Wiguna berhasil masuk final All
England (kalah oleh pasangan Machiko Aizawa/Etsuko Takenaka). Dan
tunggal utama Indonesia, Utami Dewi 24 tahun sedang menunjukkan grafik
prestasi menanjak. Minarni yang praktis sudah mengundurkan diri
dipanggil kembali untuk memperkuat sektor ganda bersama Regina Masli.
Indonesia dilanda euforia dan demam Piala Uber, apalagi kejuaraan
berlangsung di Jakarta!. Meskipun secara teknis dan di atas kertas
Jepang masih lebih unggul, tapi itu tipis sekali. Putri-putri Jepang itu
juga harus menghadapi lawan lain yang sama seriusnya: hawa panas daerah
tropis, pengapnya Istora dan……supporter fanatik tuan rumah!
Perjalanan ke final
Meskipun dengan format yang sama dengan Piala Thomas yang
mempertandingkan 3 tunggal dan 2 ganda, pertandingan Piala Uber tidak
menyilang pemain tunggal. Pertandingan hanya dilaksanakan dalam 1 hari
dengan 7 partai (3 tunggal dan 2 ganda disilang).
Sebagai tuan
rumah, Indonesia tidak mengikuti babak kualifikasi, melainkan menunggu
juara zone Asia (Malaysia) di babak ‘play off’. Srikandi kita dengan
dukungan penonton Istora tidak menemui kesulitan menekuk Malaysia 7-0.
Ujian sebenarnya baru tampil di semifinal melawan Inggris. Putri
Inggris yang kesulitan bermain di daerah tropis sempat mencuri 2 point
melalui Gillian Gilks (runner up All England 1975, dan tunggal utama
Inggris) yang menundukkan Utami Dewi, dan pasangan ganda Margaret
Beck/Gillian Gilks (juara All England 74) yang menang rubber set atas
Minarni/Regina Masli. Tapi semua partai sisa dimenangi Indonesia 5-2.
Kredit khusus patut diberikan kepada pasangan Theresia Widistuti/Imelda
Wiguna (runner up All England 1975) yang mempersembahkan 2 point
kemenangan penting atas Margaret Beck/Gillian Gilks dan Sue
Whetnall/Margaret Boxall, 2-2nya dalam straight set.
Final
Pertandingan Final diselenggarakan di Istora Senayan 18 Mei 1975. Gegap
gempitanya supporter Indonesia sudah pasti menjadi atraksi tersendiri
(sayangnya saya tidak menjadi bagian diantaranya. Hanya menonton siaran
langsung TVRI).
Pemain spesialis ganda Indonesia yang harus
bermain rangkap di tunggal Theresia Widiastuti 21 tahun, membuka
pertandingan malam itu. Tapi lawan yang dihadapinya adalah langganan
juara All England, Hiroe Yuki. Tuti tidak berkutik dan kalah cukup mudah
7-11, 1-11 (Indonesia 0, Jepang 1).
Tunggal kedua Indonesia
Tati Sumirah 22 tahun, bermain cepat dan keras menghadapi tunggal ketiga
Jepang Atsuko Tokuda 19 tahun. Atsuko sama sekali tidak mampu
mengembangkan permainannya melawan gedoran Tati, udara panas dan
berisiknya dukungan penonton. Tati Sumirah menang mudah 11-5,11-2.
(Indonesia 1, Jepang 1).
Diluar dugaan, tunggal utama Indonesia
Utami Dewi (finalis eksebishi Olimpiade Muenchen 1972) meskipun dengan
dukungan penuh penonton, tetapi bermain tidak dalam form terbaiknya.
Menyerah cukup mudah oleh tunggal kedua Jepang Noriko Nakayama 5-11,
3-11 (Indonesia 1, Jepang 2).
(Ketika itu masih belum ada
sistem peringkat pemain dan peraturan untuk memasang susunan pemain
sesuai peringkat. Jadi Tim Indonesia kelihatannya sengaja untuk
menghindari pertemuan Utami vs Yuki dan Tati vs Nakayama. Jadi Theresia
Widiastuti sengaja di”korban”kan untuk kalah oleh Yuki. Diluar dugaan,
Utami Dewi juga kalah oleh Nakayama).
Tapi 2 pasangan ganda
putri Indonesia bermain sempurna dengan merebut 4 angka tersisa.
Minarni/Regina Masli bermain kesetanan untuk menekuk lawan yang secara
teknis selapis diatasnya, Etsuko Takenaka/Machiko Aizawa. Juara All
England itu tumbang, tidak mampu bangkit di set ketiga karena kepanasan
15-6, 6-15, 15-9. (Indonesia 2, Jepang 2).
Ganda Utama
Indonesia Imelda Wiguna/Theresia Widiastuti tidak menemui kesulitan
untuk mengalahkan HiroeYuki/Mika Ikeda 15-4, 15-9. (Indonesia-Jepang
3-2).
Minarni/Regina Masli kembali bermain kesetanan untuk
melibas HiroeYuki/Mika Ikeda 15-8, 15-11 dan memastikan Piala Uber
menetap di Indonesia untuk pertama kalinya (Indonesia-Jepang 4-2).
Pertandingan terakhir malam itu adalah pertandingan ulang final All
England Imelda Wiguna/Theresia Widiastuti melawan Etsuko
Takenaka/Machiko Aizawa. Pasangan Jepang itu hanya tampil dengan form
terbaiknya di set pertama.Di set kedua, mereka tampil buruk, entah
karena kelelahan atau merasa pertandingan tidak lagi menentukan.
Imelda/Tuti menang 17-14,15-0. (Indonesia-Jepang 5-2).
Indonesia benar-benar berada dipuncak dunia bulutangkis.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Piala Thomas dan Piala Uber
berhasil disandingkan di satu negara. Indonesia! (China baru berhasil
menyandingkannya 1986, justru di Istora Senayan!)
Bergabungnya China
Setelah ini, Indonesia masih 2 kali bertemu Jepang di final Piala Uber.
Tahun 1978 Jepang menundukkan Indonesia 5-2 di Auckland NZ dan1981
sekali lagi Indonesia takluk 6-1 di Tokyo. Total 5 kali pertemuan
Indonesia-Jepang di final Piala Uber sejak 1969 sampai 1981 hanya sekali
dimenangi Indonesia.
Bergabungnya China dalam IBF (sekarang
BWF) merubah peta kekuatan di Piala Uber. Jepang tidak mampu
me-regenerasi pemainnya, segera tenggelam oleh China dan Korea. Sejak
1984 Jepang bahkan tidak lagi mampu menembus final.
Indonesia
bernasib lebih baik. Di era kejayaan Susi Susanti dan Mia Audina,
Indonesia mampu merebut kembali Piala Uber dan menjungkalkan China 2
kali. Di Jakarta 1994 dengan skor tipis 3-2 dan di Hongkong 1996 dengan
skor lebih telak 4-1.
Dimanakah mereka sekarang?
Sebagai
penutup, saya ingin sekadar me-review keberadaan pahlawan bulutangkis
putri kita itu, sekarang ini. Sudah pantaskah apa yang kita berikan
sebagai ganti perjuangan habis2an mereka di lapangan untuk membela
bangsa? Tidak semua nama pemain bisa ditelusuri, jadi tidak semua bisa
disebutkan di sini.
Minarni Sudaryanto yang paling senior,
kelahiran Pasuruan, Mei 1944, seusai mengundurkan diri sebagai pemain
masih berkecimpung di dunia bulutangkis sebagai pelatih. Tutup usia pada
2003 di RSPP Jakarta karena komplikasi paru-paru dan lever.
Imelda Wiguna yang lahir di Slawi Oktober1951, menikah dengan pengusaha
Ferry H. Kurniawan. Usai mengundurkan diri 1986 sempat bekerja di sebuah
Bank Swasta, kemudian beberapa saat aktif di Pelatnas sebagai pelatih
dan komentator televisi. Terakhir tercatat sebagai Penginjil dan pemilik
klub bulutangkis di Bandung. Pengabdian yang berkelanjutan untuk
generasi muda.
Utami Dewi, kelahiran Surabaya 1951, tunggal
Utama Indonesia saat itu (adik Rudy Hartono yang juara All England 8
kali itu), di tahun1978 menikah dengan pebulutangkis Amerika Serikat,
juara US Open 6 kali, John Christopher Kinard dan hijrah ke AS. Sebagai
Utami Dewi-Kinard, pernah menjuarai US Open 1981 dan memperkuat tim
Piala Uber AS di tahun yang sama.
Tati Sumirah, srikandi
penyumbang satu-satunya angka tunggal di final 1975 itu, usai gantung
raket 1981, hidupnya berubah drastis. Gemerlap lampu sorot pelan-pelan
meredup baginya. Tidak ada lagi yang mengelu-elukan kehadirannya. Selama
24 tahun setelah itu dia bekerja sebagai kasir di sebuah apotik di
Jakarta. Sang mantan ‘ratu bulutangkis’ itu berangkat dan pulang bekerja
menggunakan angkutan umum. Sejak 2006 Tati ditarik oleh Rudy Hartono
untuk bekerja di perusahaannya sebagai karyawan bagian Umum. Hidup
melajang dan masih tinggal bersama orang tuanya. Walau hidup serba
kekurangan di usia tua,Tati tidak menyesal menjadi atlet ”Semoga mantan
atlet nasional tidak dilupakan pemerintah begitu saja. Saya senang
sekali kalau diberi rumah tempat saya bisa tinggal”ujarnya sumbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar