Senin, 27 Februari 2012

Piala Uber 1975, menyandingkannya…..

Data dan Fakta

Diberi nama sesuai nama pemain putri legendaris Inggris tahun 1930an, Betty Uber, piala ini didesain dan dibuat oleh Mappin&Webb, Regenstreet,London berupa piala perak setinggi 20 inci, dengan bentuk bola dunia dihiasi patung pemain bulutangkis putri sedang mengayun raket. Diperebutkan sebagai Piala Bergilir Kejuaraan Bulutangkis Dunia untuk Beregu Putri Antar Negara. Dipertandingkan pertama kali tahun 1957, diperebutkan per 3 tahunan sebelum akhirnya penyelenggaraannya digabung dengan Piala Thomas 1984 dan dirubah menjadi tiap 2 tahun. Sampai tahun 2010, Kejuaraan Dunia ini sudah terselenggara 23 kali.

Betul! China paling sering membawa pulang Piala ini ke negaranya, 11 kali. Disusul Jepang 5 kali, lalu Indonesia dan Amerika Serikat 3 kali, baru kemudian Korea Selatan pertama kali membawa pulang Piala ini 2010 yang lalu.

Indonesia pemegang rekor dalam keikutsertaan pada putaran final bersama Jepang 19 kali, disusul Denmark 15 kali, baru China, Korea Selatan dan Inggris 14 kali.

Indonesia juga pemegang rekor sebagai ‘runner up’ 7 kali (kata orang yang sinis: “terlalu sering terjungkal di final” atau “spesialis nomer 2“), disusul Korea Selatan 5 kali, lalu China dan Denmark 3 kali.
Indonesia 1975

Mengawali keikutsertaan di Piala Uber sejak 1963, berturut2 kalah di babak pertama “play off”, oleh Inggris 2-5 (1963) dan oleh Jepang 2-5 (1966).

Indonesia baru diperhitungkan secara serius sebagai calon juara ketika legenda Indonesia Minarni (kemudian menjadi Minarni Sudaryanto) menjadi runner up All England 1968 (kalah di final oleh Eva Twedberg, Swedia) dan berpasangan dengan Retno Kustiyah ditahun yang sama mengalahkan pasangan Jepang Hiroe Yuki/Noriko Nakayama dan menjadi juara. (Jadi, tahun 1968 itu Indonesia membawa pulang 2 gelar juara, karena Rudy Hartono untuk pertama kalinya menjadi juara All England).

Dengan tulang punggung 2 srikandi itu Indonesia mencapai final berturut-turut di tahun 1969 dan 1972. Namun berturut-turut pula kalah oleh tuan rumah Jepang 6-1.

Di tahun 1975 itu secara kua-teknis kemampuan 2 srikandi itu sudah menurun. Retno Kustiyah bahkan sudah mengundurkan diri. Tapi Indonesia mampu ‘melahirkan’ bintang2 baru. Pasangan Theresia Widiastuti/Imelda Wiguna berhasil masuk final All England (kalah oleh pasangan Machiko Aizawa/Etsuko Takenaka). Dan tunggal utama Indonesia, Utami Dewi 24 tahun sedang menunjukkan grafik prestasi menanjak. Minarni yang praktis sudah mengundurkan diri dipanggil kembali untuk memperkuat sektor ganda bersama Regina Masli.

Indonesia dilanda euforia dan demam Piala Uber, apalagi kejuaraan berlangsung di Jakarta!. Meskipun secara teknis dan di atas kertas Jepang masih lebih unggul, tapi itu tipis sekali. Putri-putri Jepang itu juga harus menghadapi lawan lain yang sama seriusnya: hawa panas daerah tropis, pengapnya Istora dan……supporter fanatik tuan rumah!
Perjalanan ke final

Meskipun dengan format yang sama dengan Piala Thomas yang mempertandingkan 3 tunggal dan 2 ganda, pertandingan Piala Uber tidak menyilang pemain tunggal. Pertandingan hanya dilaksanakan dalam 1 hari dengan 7 partai (3 tunggal dan 2 ganda disilang).

Sebagai tuan rumah, Indonesia tidak mengikuti babak kualifikasi, melainkan menunggu juara zone Asia (Malaysia) di babak ‘play off’. Srikandi kita dengan dukungan penonton Istora tidak menemui kesulitan menekuk Malaysia 7-0.

Ujian sebenarnya baru tampil di semifinal melawan Inggris. Putri Inggris yang kesulitan bermain di daerah tropis sempat mencuri 2 point melalui Gillian Gilks (runner up All England 1975, dan tunggal utama Inggris) yang menundukkan Utami Dewi, dan pasangan ganda Margaret Beck/Gillian Gilks (juara All England 74) yang menang rubber set atas Minarni/Regina Masli. Tapi semua partai sisa dimenangi Indonesia 5-2. Kredit khusus patut diberikan kepada pasangan Theresia Widistuti/Imelda Wiguna (runner up All England 1975) yang mempersembahkan 2 point kemenangan penting atas Margaret Beck/Gillian Gilks dan Sue Whetnall/Margaret Boxall, 2-2nya dalam straight set.
Final

Pertandingan Final diselenggarakan di Istora Senayan 18 Mei 1975. Gegap gempitanya supporter Indonesia sudah pasti menjadi atraksi tersendiri (sayangnya saya tidak menjadi bagian diantaranya. Hanya menonton siaran langsung TVRI).

Pemain spesialis ganda Indonesia yang harus bermain rangkap di tunggal Theresia Widiastuti 21 tahun, membuka pertandingan malam itu. Tapi lawan yang dihadapinya adalah langganan juara All England, Hiroe Yuki. Tuti tidak berkutik dan kalah cukup mudah 7-11, 1-11 (Indonesia 0, Jepang 1).

Tunggal kedua Indonesia Tati Sumirah 22 tahun, bermain cepat dan keras menghadapi tunggal ketiga Jepang Atsuko Tokuda 19 tahun. Atsuko sama sekali tidak mampu mengembangkan permainannya melawan gedoran Tati, udara panas dan berisiknya dukungan penonton. Tati Sumirah menang mudah 11-5,11-2. (Indonesia 1, Jepang 1).

Diluar dugaan, tunggal utama Indonesia Utami Dewi (finalis eksebishi Olimpiade Muenchen 1972) meskipun dengan dukungan penuh penonton, tetapi bermain tidak dalam form terbaiknya. Menyerah cukup mudah oleh tunggal kedua Jepang Noriko Nakayama 5-11, 3-11 (Indonesia 1, Jepang 2).

(Ketika itu masih belum ada sistem peringkat pemain dan peraturan untuk memasang susunan pemain sesuai peringkat. Jadi Tim Indonesia kelihatannya sengaja untuk menghindari pertemuan Utami vs Yuki dan Tati vs Nakayama. Jadi Theresia Widiastuti sengaja di”korban”kan untuk kalah oleh Yuki. Diluar dugaan, Utami Dewi juga kalah oleh Nakayama).

Tapi 2 pasangan ganda putri Indonesia bermain sempurna dengan merebut 4 angka tersisa. Minarni/Regina Masli bermain kesetanan untuk menekuk lawan yang secara teknis selapis diatasnya, Etsuko Takenaka/Machiko Aizawa. Juara All England itu tumbang, tidak mampu bangkit di set ketiga karena kepanasan 15-6, 6-15, 15-9. (Indonesia 2, Jepang 2).

Ganda Utama Indonesia Imelda Wiguna/Theresia Widiastuti tidak menemui kesulitan untuk mengalahkan HiroeYuki/Mika Ikeda 15-4, 15-9. (Indonesia-Jepang 3-2).

Minarni/Regina Masli kembali bermain kesetanan untuk melibas HiroeYuki/Mika Ikeda 15-8, 15-11 dan memastikan Piala Uber menetap di Indonesia untuk pertama kalinya (Indonesia-Jepang 4-2).

Pertandingan terakhir malam itu adalah pertandingan ulang final All England Imelda Wiguna/Theresia Widiastuti melawan Etsuko Takenaka/Machiko Aizawa. Pasangan Jepang itu hanya tampil dengan form terbaiknya di set pertama.Di set kedua, mereka tampil buruk, entah karena kelelahan atau merasa pertandingan tidak lagi menentukan. Imelda/Tuti menang 17-14,15-0. (Indonesia-Jepang 5-2).

Indonesia benar-benar berada dipuncak dunia bulutangkis.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Piala Thomas dan Piala Uber berhasil disandingkan di satu negara. Indonesia! (China baru berhasil menyandingkannya 1986, justru di Istora Senayan!)
Bergabungnya China

Setelah ini, Indonesia masih 2 kali bertemu Jepang di final Piala Uber. Tahun 1978 Jepang menundukkan Indonesia 5-2 di Auckland NZ dan1981 sekali lagi Indonesia takluk 6-1 di Tokyo. Total 5 kali pertemuan Indonesia-Jepang di final Piala Uber sejak 1969 sampai 1981 hanya sekali dimenangi Indonesia.

Bergabungnya China dalam IBF (sekarang BWF) merubah peta kekuatan di Piala Uber. Jepang tidak mampu me-regenerasi pemainnya, segera tenggelam oleh China dan Korea. Sejak 1984 Jepang bahkan tidak lagi mampu menembus final.

Indonesia bernasib lebih baik. Di era kejayaan Susi Susanti dan Mia Audina, Indonesia mampu merebut kembali Piala Uber dan menjungkalkan China 2 kali. Di Jakarta 1994 dengan skor tipis 3-2 dan di Hongkong 1996 dengan skor lebih telak 4-1.
Dimanakah mereka sekarang?

Sebagai penutup, saya ingin sekadar me-review keberadaan pahlawan bulutangkis putri kita itu, sekarang ini. Sudah pantaskah apa yang kita berikan sebagai ganti perjuangan habis2an mereka di lapangan untuk membela bangsa? Tidak semua nama pemain bisa ditelusuri, jadi tidak semua bisa disebutkan di sini.

Minarni Sudaryanto yang paling senior, kelahiran Pasuruan, Mei 1944, seusai mengundurkan diri sebagai pemain masih berkecimpung di dunia bulutangkis sebagai pelatih. Tutup usia pada 2003 di RSPP Jakarta karena komplikasi paru-paru dan lever.

Imelda Wiguna yang lahir di Slawi Oktober1951, menikah dengan pengusaha Ferry H. Kurniawan. Usai mengundurkan diri 1986 sempat bekerja di sebuah Bank Swasta, kemudian beberapa saat aktif di Pelatnas sebagai pelatih dan komentator televisi. Terakhir tercatat sebagai Penginjil dan pemilik klub bulutangkis di Bandung. Pengabdian yang berkelanjutan untuk generasi muda.

Utami Dewi, kelahiran Surabaya 1951, tunggal Utama Indonesia saat itu (adik Rudy Hartono yang juara All England 8 kali itu), di tahun1978 menikah dengan pebulutangkis Amerika Serikat, juara US Open 6 kali, John Christopher Kinard dan hijrah ke AS. Sebagai Utami Dewi-Kinard, pernah menjuarai US Open 1981 dan memperkuat tim Piala Uber AS di tahun yang sama.

Tati Sumirah, srikandi penyumbang satu-satunya angka tunggal di final 1975 itu, usai gantung raket 1981, hidupnya berubah drastis. Gemerlap lampu sorot pelan-pelan meredup baginya. Tidak ada lagi yang mengelu-elukan kehadirannya. Selama 24 tahun setelah itu dia bekerja sebagai kasir di sebuah apotik di Jakarta. Sang mantan ‘ratu bulutangkis’ itu berangkat dan pulang bekerja menggunakan angkutan umum. Sejak 2006 Tati ditarik oleh Rudy Hartono untuk bekerja di perusahaannya sebagai karyawan bagian Umum. Hidup melajang dan masih tinggal bersama orang tuanya. Walau hidup serba kekurangan di usia tua,Tati tidak menyesal menjadi atlet ”Semoga mantan atlet nasional tidak dilupakan pemerintah begitu saja. Saya senang sekali kalau diberi rumah tempat saya bisa tinggal”ujarnya sumbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar